Kotak Suara Kardus. Oleh: Pipit Apriani, Peneliti Forum on Democracy and Election, ForDE.
Pertama kali saya berjumpa dengan kotak suara kardus sewaktu memantau pemilu parlemen Thailand Juli 2011. Saya bertanya ke Komisioner KPUD/ECT Satun, bagaimana dengan keamanan surat suaranya. Dia katakan tidak masalah.
Surat suara yang sudah dihitung dimasukkan ke dalam kantong tertentu dan dikirim ke kantor ECT Provinsi bersama kotak kardus tersebut. Kotak kardus dilipat masuk ke gudang tersendiri. Yang penting adalah hasil penghitungan suara, langsung dikirim ke kantor ECT Bangkok. Kalau ada masalah atau complain, baru dihitung lagi.
Kecepatan penghitungan suara pemilu Thailand patut diacungi jempol, meski menggunakan program komputer yang sederhana yaitu Excel. Dalam 2 (dua) hari hasil suara satu provinsi bisa didapatkan, dalam waktu kurang dari 7 (tujuh) hari, hasil suara nasional sudah didapatkan.
Bandingkan dengan penghitungan suara di Indonesia yang memakan waktu sebulan lebih. Waktu yang lama dan banyak tempat transit memungkinkan jumlah suara berubah. Dan itu sudah berkali-kali terjadi.
Tapi jangan lupa faktor-faktor lainnya.
Pertama, satu dapil di Thailand memiliki 125 ribu pemilih (Indonesia, satu dapil berapa pemilihnya? ).
Kedua, sistem pemilu Thailand sangat simpel yaitu majoritarian. Hitung-hitungannya simpel, yang paling banyak itu yang menang. Beda dengan Indonesia, dengan sistem perwakilan proporsional yang hitung-hitungannya ribet.
Ketiga, orang-orang ECT Thailand tidak berani curang, meski tidak ada pemantau pemilu dan saksi partai di TPS. (Waktu itu, penonton yang menghitung penghitungan suara malah cuma saya sendiri dan beberapa penduduk. Padahal TPS itu termasuk TPS utama. Kepala kampung diam di rumahnya, tidak berani muncul dalam acara penghitungan suara, khawatir dianggap mengintimidasi petugas KPPS).
Intinya, keragu-raguan orang Indonesia terhadap kotak suara kardus, sebenarnya adalah bentuk ketidakpercayaan terhadap integritas dan netralitas penyelenggara pemilu. Ini tantangan bagi penyelenggara pemilu di Indonesia.