Oleh: Nasrudin Joha
Akhirnya, kebencian rezim terhadap Islam tak mampu diungkapkan secara terbuka dan telanjang, sebagaimana kebijakan rezim yang sebelumnya. Kezaliman dan ketidakadilan yang ditimpakan kepada umat Islam, perburuan terhadap ulama dan tokoh Islam, pembubaran ormas Islam, bahkan hingga kriminalisasi terhadap ajaran dan simbol Islam berusaha ditutup tirai sorban dan jubah agamawan.
Rezim paham betul suara umat Islam sangat menentukan. Rezim paham betul, kebencian umat pada kumpulan partai Penista agama telah menyentuh titik didihnya. Rezim mengerti, tidak mungkin melawan arus umat kecuali berusaha berkamuflse untuk mendapat dukungan umat.
Maka rezim sengaja menarik jubah dan sorban agamawan, untuk menutupi aib dan bau busuk rezim serta dendam kesumat nya terhadap Islam. Rezim represif anti Islam ini mengira, bungkusan sorban dan jubah agamawan mampu menghilangkan bau busuk rezim yang menyengat.
Tidak boleh, sekali tidak tetap tidak. Bau itu harus dikubur jauh, bahkan jika sorban dan jubah agamawan itu hendak melekat dan membungkusnya, maka umat wajib mencampakkan bau busuk rezim bersama pembungkusnya.
Catatan kezaliman rezim Tiran ini, tidak bisa hapus sekedar dengan bungkusan jubah dan sorban. Jubah itu juga tak mampu membendung semangat perlawanan terhadap rezim, baik jubah agamawan mengeluarkan fatwa atau memelas menghiba dengan terbata-bata karena lanjutnya usia.
Mujahid 212 tetap kokoh, teguh, bersiap siaga diseberang kekuasaan Rezim, bahu membahu dan saling tolong menolong dengan ulama-ulama lurus, yang akan tetap meneriakkan ujaran kebajikan, menyumpal mulut rezim agar tidak lagi berceloteh melecehkan wibawa Islam.
Umat tidak akan pernah bisa ditipu, dengan untaian fatwa apalagi kamuflase jubah dan sorban agamawan. Umat tetap bersandar pada ulama MUJAHID yang lurus, yang tetap Istiqomah menentang kezaliman rezim, hingga rezim tersungkur atau binasa karenanya.
Perubahan konstelasi politik, dengan menarik jubah dan sorban agamawan berdiri tegak disamping rezim, menunjukan betapa rezim ketakutan terhadap suara umat Islam. Rezim tidak berani terbuka berurusan dengan umat Islam.
Rezim terus bermain peran, seolah dekat dengan kalangan ulama, seraya berharap itu akan mendekatkannya pada suara umat. Padahal, rezim tidak sadar polaritas dukungan umat sangat cair. Umat akan mencampakkan siapapun yang mengaku mendapat mandat umat, tetapi menyelisihi amanah syariat.
Mengajak berdiri bersama jubah dan sorban agamawan, tidak akan banyak menolong. Justru, ini akan menjadi babak baru episode kekalahan yang sangat menyakitkan. Manuver ini, akan membuat internal rezim yang anti Islam juga terpecah belah.
Tidak mungkin bisa, memadukan air dengan api, sebagaimana tidak mungkin ada anggapan umat akan merapat hanya karena ada petuah atau fatwa dari jubah dan sorban agamawan.
Wahai pejuang Islam, wahai pemantik api revolusi. Kobarkanlah api perlawanan terhadap rezim represif anti Islam. Persiapkan lubang yang paling dalam, untuk mengubur bau buruk rezim bersama kain pembungkus, jubah dan sorban agamawan yang telah berubah fungsi menjadi pengepel kotoran istana.
Wahai umat, bersatulah. Tidak boleh ada pilihan, selain menjadikan rezim represif anti Islam ini menyesal pernah melecehkan wibawa umat Islam. Buat rezim ini menyesal seumur hidup, bahkan menangis hingga liang kuburnya.