oleh

Budi Pego Korban Kriminalisasi Tambang Emas Tumpang Pitu

DETIKPERISTIWA – Selain menolak keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi, unjuk rasa yang dimotori Forum Rakyat Banyuwangi ini juga memperjuangkan nasib Budi Pego. Aktivis lingkungan ini harus bermasalah dengan hukum karena menolak keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu.

Pada unjuk rasa tersebut, Kamis (27/12/2018), sejumlah aktivis Jawa Timur serta puluhan warga masyarakat Kecamatan Pesanggaran, Purwohajo yang tergabung dalam Forum Rakyat Banyuwangi dan Laskar Hijau, melakukan long march dari Stadion Diponegoro menuju kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi. Mereka menolak keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Mereka juga menuntut keadilan bagi aktifis lingkungan, Heri Budiawan alias Budi Pego.

Budi Pego merupakan salah satu aktifis yang giat menolak keberadaan tambang emas Tumpang Pitu. Sebelumnya, Budi Pego tersandung proses hukum dan di vonis 10 bulan penjara, karena di dakwa oleh polisi telah melanggar pasal 107 huruf UU Nomor 27 tahun 1999 yaitu tentang perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan Negara.

Baca Juga :  Truk Tambang Emas Tumpang Pitu Dihadang Warga Sumberagung

Setelah menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyakatan (Lapas) Banyuwangi, akhirnya Heri Budiawan dinyatakan bebas pada tanggal 1 Juli 2018.

Semenjak tambang emas di kelola PT. Bumi Suksesindo (BSI) sudah banyak warga jadi korban dan dijebloskan ke penjara. Beberapa diantaranya di vonis bebas dan dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi.

“Mestinya perubahan hutan lindung menjadi hutan produksi di wilayah Kabupaten Banyuwangi tidak dilakukan. Karena sudah banyak warga menjadi korban. Ini sebuah krisis sosial yang nyata. Karena perusahaan Tambang Emas Tumpang Pitu telah mengkriminalisasi saudara kita, Budi Pego sebagai aktifis lingkungan. Kita tetap tolak tambang emas Tumpang Pitu,” kata salah satu peserta aksi, Suko. 

Hal senada diungkapkan kuasa hukum Budi Pego, Ahmad Rifa’i sebagai wakil dari Tim Kerja Advokasi Rakyat Untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda), Ia mengatakan, kedatangan mereka untuk menyerahkan surat penolakan atas pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Budi Pego.

Baca Juga :  Polres Jakarta Barat Gelar Simulasi Pengamanan Pemilu

“Menurut kami, putusan itu belum bisa dilaksanakan. Berdasarkan pasal 270 KUHP, yang mengatur tentang pelaksanaan putusan. Menunggu diserahkannya salinan putusan pada para pihak, baik itu terdakwa maupun jaksa,” terang Rifa’i.

Kuasa hukum berharap, dengan surat tersebut putusan MA bisa ditunda dulu eksekusinya. Karena saat terakhir dikonfirmasai ke Pengadilan Negeri Banyuwangi, belum ada salinan putusannya. Yang ada hanya pemberitahuan berupa pitakan amar putusan.

Ahmad Rifa’i menegaskan, ketika hal ini dipaksakan untuk dilakukan eksekusi, maka menurutnya itu adalah bentuk sebuah kesewenang-wenangan dan berpotensi melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Karena terkait dengan kemerdekaan seseorang.

“Jadi kami berpendapat, putusan terhadap Budi Pego belum bisa dilaksanakan berdasarkan pasal 270 KUHP,” kata Rifa’i.

Baca Juga :  Ketua Pemuda Pancasila Cabut Pengawalan Kasus Budi Pego

Sementara, Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Thoriq Maulahela SH, mengatakan bahwa perkara Budi Pego itu sudah inkrah dan kasasinya sudah ditolak. Karenanya, pihak Kejaksaan Negeri mempunyai hak untuk melakukan pemanggilan.

“Kita sudah melayangkan pemanggilan kepada yang bersangkutan untuk dilakukan eksekusi. Namun karena tidak hadir maka kita akan kembali layangkan pemanggilan. Nanti kalau kembali tidak hadir kita akan lakukan jemput paksa,” tegas Thoriq.

Lanjut Thoriq terkait surat penolakan putusan MA, pihaknya merasa tidak berwenang mengomentari putusan MA. Karena pihaknya sebagai lembaga eksekutif yang melaksanakan fungsi yudikatif.

“MA itu lembaga yudikatif dan berdiri sendiri. Kami tidak bisa mengomentari putusan MA. Yang bisa mengomentari hanya MA sendiri,” jelasnya. (BUT)

Loading...

Baca Juga